Kamis, 24 Maret 2016

pageran di ponogoro

Pangeran Diponegoro adalah salah satu pahlawan yang berjasa bagi Indonesia. Ia seorang keturunan dari Keraton Yogyakarta bersama dengan rakyat Indonesia ia melawan pemerintahan Belanda yang dimulai pada tahun 1825 hingga 1830. Lima tahun berperang dengan Belanda telah memakan korban jiwa dan kerugian yang cukup banyak dialami oleh dua pihak oleh sebab itu sejarah mencatat bahwa perang tersebut merupakan perang dengan korban jiwa paling besar di Indonesia.

Pangeran Diponegoro lahir pada tanggal 11 November di Yogyakarta. Ia adalah putra pertama dari Hamengkubuwana III yang pada saat itu menjabat sebagai Raja ke tiga di Kesultanan  Yogyakarya. Ibunya bernama R.A.Mangkarawati, seorang garwa ampeyan (istri selir) yang berasal dari Pacitan. 

biografi pangeran diponegoroPangeran Diponegoro mempunyai nama asli, yaitu Bendara Raden Mas Antowirya. Ia pernah menolak tawaran dari Sultan Hamengkuwuana III, untuk mengangkatnya sebagai raja di Kesultanan Yogyakarta. Salah satu alasannya menolak tawaran tersebut adalah mengingat ibunya bukanlah permaisuri (istri raja yang pertama).

Walaupun merupakan keturunan ningrat, Diponegoro lebih suka pada kehidupan yang merakyat sehingga membuatnya lebih suka tinggal di Tegalrejo yang merupakan tempat tinggal dari eyang buyut putrinya, permaisuri dari Sultan Hamengkubuwana I, Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo daripada di Keraton.

Perang Diponegoro (1825-1830)

Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama menjajah di Indonesia. Peperangan ini melibatkan seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah perang ini sebagai Perang Jawa. Salah faktor kuat yang mempengaruhi terjadinya Perang Diponegoro adalah saat pihak Belanda memasang patok di tanak milik Diponegoro di desa Tegalrejo. 


Setelah kekalahan Belanda dalam Perang Napoleon di Eropa, pemerintah Belanda yang berada dalam kesulitan ekonomi berusaha menutup kekosongan keuangan mereka dengan memberlakukan pajak di wilayah jajahannya, termasuk di Hindia Belanda (Indonesia). Belanda juga melakukan monopoli perdagangan untuk memaksimalkan keuntungan. Pajak­ dan praktek monopoli tersebut yang dilakukan oleh Belanda membuat rakyat Indonesia menderita. 

Tidak hanya itu, untuk memperkuat kekuasaan dan perekonomiannya, Belanda mulai berusaha untuk menguasai kerajaan-­kerajaan di Nusantara, salah satu di antaranya adalah Kerajaan Yogyakarta. Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat, kemenakannya, Sultan Hamengku Buwono V yang baru berusia 3 tahun, diangkat sebagai Raja Kesultanan sehingga membuat pemerintahan pada waktu itu dipegang oleh Patih Danureja bersama Residen Belanda. 

Pangeran Diponegoro memulai pemberontakannya terhadap keraton karena Patih Danuredjo sangat mudah dipengaruhi dan tunduk kepada Belanda. Belanda banyak mengubah susunan tata cara kehidupan di Keraton. Sejak saat itulah pemberontakan dilakukan oleh Diponegoro karena ia menganggap bahwa Belanda tidak menghargai adat istiadat setempat dan menarik pajak kepada masyarakat setempat untuk kepentingan pihak Belanda.

Perang yang terjadi antara pribumi yang dipimpin oleh Pangeran Diponegorodengan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jendral De Kock. Perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro untuk menentang Belanda mendapat dukungan dari rakyat. Atas saran dari pamannya, ia membuat sebuah markas di Gua Selarong. Semenjak saat itu, ia mulai menyatakan untuk perang melawan Belanda. Perang Sabil itulah nama perlawanan dari Diponegoro yang mempunyai maksud "perlawanan menghadapi kaum kafir".

Perang Sabil membawa pengaruh sampai luas hingga ke wilayah Jawa. Salah satu seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung dengan pasukan Diponegoro di Gua Selarong. Perjuangannya mendapat dukungan dari Sunan Pakubuwana VI dan Raden Tumenggung Prawiradigdaya Bupati Gagatan.

Belanda juga melakukan sayembara untuk penangkapan Pangeran Diponegoro, yang dimana siapa yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro akan diberi hadiah oleh Belanda mengingat saat peperangan yang dimulai pada tahun 1825 hingga 1830 tersebut beliau sering berpindah-pindah tempat.

Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. 

Pada tanggal 28 Maret 1830, saat Jenderal De Kock membuat sebuah perundingan yang dimana ia meminta agar langsung bertemu dengan Pangeran Diponegoro di Magelang, namun dalam perundingan tersebut Belanda sudah menyiapkan rencana untuk menangkap Diponegoro. Beliau menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggotanya dilepaskan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar